Wujudkan Keluarga Bahagia
Keluarga, bagian terkecil dari masyarakat, tetapi sangat mempengaruhi
kualitas masyarakat.
Bagaimana pandangan Islam
dalam membentuk keluarga bahagia?
Tujuan Keluarga :
Pembinaan keluarga dimulai dari tujuan pernikahan, yaitu ketenangan dan
kebahagiaan. “Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah ia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi kamu yang berfikir.” (QS Ar Rum: 30: 21).
Dengan mawaddah, yaitu kasih sayang untuk memenuhi syahwat, suami
isteri akan melahirkan dan mengembangkan keturunan manusia.Selanjutnya timbul
rahmah, yaitu rasa kasih sayang murni yang tumbuh dari jiwa yang paling dalam.
Sehingga suami isteri merasakan kebahagiaan yang tidak bertepi dan ketenangan
yang tidak berbatas, dan mereka ingin mengisi hari-hari dengan beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah.
Suami isteri gemar bermusyawarah karena saling menghormati, memahami
keperluan dan kehendak masing-masing, dan mencari solusi tanpa mengorbankan
salah satunya. Amanah pernikahan adalah membentuk pribadi yang baik agar
dapat membina keluarga yang baik. Amanah ini akan mendidik suami isteri lebih
bertakwa.
Doa pernikahan: barakallahulaka (semoga diberi keberkahan Allah dalam
kondisi bahagia), wa baroka’alaika (semoga diberi keberkahan Allah dalam
kondisi susah, misalnya ketika sakit diliputi keberkahan Allah berupa kesabaran
dan kesembuhan), wajama’a bainakuma fii khoir (semoga Allah mempersatukan dalam
kebaikan).
Kunci Keluarga Bahagia
Suami isteri harus memberikan perhatian yang tinggi terhadap keluarga,
agar mampu menghantarkan kesuksesan dunia akhirat kepada semua anggota
keluarganya. Keluarga muslim berorientasi ukhrawi, karena memiliki target
meraih surga dan ridho Allah meskipun dalam musibah. Sehingga makna bahagia
bagi keluarga muslim adalah manakala mereka sedang beraktivitas bersama dalam
rangkan menggapai ridho Allah Swt.
Kebahagiaan keluarga tidak diukur dari segi material, tapi sejauh mana
ketaatan keluarga kepada Allah. Kehidupan yang mementingkan materi, hiburan dan
kebebasan sosial tanpa terikat rambu-rambu syariah dalam berumah tangga justru
akan menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Walau bukan berarti keluarga
muslim tak perlu memiliki sarana-sarana fisik yang baik. Diriwayatkan bahwa
Nabi Saw. bersabda: “Termasuk di antara kebahagiaan seseorang adalah memiliki
rumah yang baik, kendaraan yang baik, dan istri yang baik atau
shalehah”.
Setiap anggota keluarga mengetahui cinta sejati. Cinta tertinggi setiap
mukmin adalah kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Setelah itu, baru
cinta kepada orang tua, suami, istri, anak, saudara seiman dan lain-lain.
Firman Allah, “Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri, kaum kerabat, harta benda yang kalian miliki, dan perniagaan yang
kalian khawatiri kerugiannya, itu lebih kalian cintai dari pada Allah, Rasul
dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan
keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”
(Qs. At-Taubah 24).
Keshalihan dan kedekatan seseorang kepada Allah SWT akan mempengaruhi
besarnya cinta suami istri. Jika Allah telah mencintai kita, maka kita akan
dicintai segenap makhluk dengan ijin-Nya. Kadar cinta suami istri tergantung
dengan kualitas ibadah dan keimanan pasangannya. Cinta yang tidak dibangun di
atas pondasi mahabatullah, hanya akan menjerumuskan ke dasar jurang kelalaian
dan kenistaan.
Rasul SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki hak atas dirimu yang
harus engkau tunaikan, dirimu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, dan
keluargamu memiliki hak atas dirimu yang harus engkau tunaikan. Maka
tunaikanlah hak-hak masing-masing dari semua itu.” (HR. Bukhari).
Tips Keluarga Bahagia
Jadikan rumah tangga sebagai markas pengkaderan generasi akan datang.
Suami menghidupkan semangat memahami agama, sehingga isteri-anak semakin cinta
kepada agama, Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan menghidupkan cahaya
hati anggota keluarga, sehingga perbuatannya sesuai syariat Allah SWT.
Saling memberikan nasehat dalam kebenaran dan kesabaran, pujian,
perhatian, hadiah, dan do’a. Tumbuhkan sikap percaya diri yang tumbuh dari iman
kepada Allah, kasih sayang, kemesraan dan saling menghormati antar anggota
keluarga dalam suasana tauhid. Orangtua menjadi pendengar yang bijak dari
curahan hati anak-anak.Orangtua bersikap terbuka dalam menerima kritikan anak.
Berkomunikasilah antar anggota keluarga dengan lembut dan
mengutamakan musyawarah dalam amar ma’ruf nahi munkar. Komunikasi bisa
berbentuk lisan atau bukan lisan (tingkah laku, mimik muka, tulisan, gerakan
anggota badan dan penampilan anggota keluarga). Komunikasi dalam keluarga
akan senantiasa terpelihara selama komunikasi dengan Allah pun tetap terjaga.
Ucapkanlah salam setiap keluar dan masuk rumah. Berkatalah dengan
ucapan yang thoyyibah (baik), karena menjadi teladan bagi anak. Hindari
pertengkaran antara suami isteri di hadapan anak-anak, karena bisa merusak jiwa
mereka.
Berlaku adillah dalam melayani anak-anak supaya terhindar perasaan
dengki, iri hati dan dendam. Anak-anak yang lebih kecil menghormati kakaknya.
Kakak harus menolong adik. Tanamkan sikap ini pada anak, sehingga tidak ada
permusuhan dalam keluarga dan mereka saling menyayangi.
Berikan teladan kepada anak, bukan celaan dan kekerasan. Berikan
sikap terbaik, karena bagaimana sikap kita terhadap anak, begitu pulalah mereka
akan bersikap kepada kita.
Wahai isteri, berterima kasihlah atas kebaikan suami, dengan senyuman
manis, atau kata-kata cinta, atau maafkan kesalahan dan kekurangannya. Rasul
bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada istri yang tidak tahu bersyukur
kepada suaminya dan ia tidak merasa cukup darinya”. Nabi Saw bersabda: “Wahai
sekalian wanita bersedekahlah karena aku melihat mayoritas penduduk neraka
adalah kalian." Maka mereka berkata: “Ya Rasulullah kenapa demikian?”
Beliau menjawab: “Karena kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami”.
Pergaulilah keluarga suami dan kerabat-kerabatnya dengan baik.
Simpanlah rahasia keluarga dan tutupilah kekurangan (aib) suaminya. Empatilah
terhadap duka cita dan kesedihan suaminya.
Bersikaplah qana’ah, ridha dengan apa yang diberikan suami untuknya,
baik sedikit ataupun banyak. Ia tidak menuntut di luar kesanggupan suaminya
atau meminta sesuatu yang tidak perlu.
Didiklah anggota keluarga hidup sederhana, sehingga tidak boros dalam
makanan, minuman, pakaian, perabot rumah tangga dan sebagainya. Firman Allah
SWT, “Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS al-A’raf : 31).
Kenali dan pahami suami, sehingga tahu apa yang disukai suami dan
penuhilah, juga tahu apa yang dibenci suami dan jauhilah. Dengan syarat tidak
dalam perkara maksiat kepada Allah, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam bermaksiat kepada Al Khaliq.
Keluarga Pejuang Islam
Suami isteri menyadari bahwa rumah tangga muslim adalah salah satu
agenda gerakan Islam. Kehidupan rumah tangga dengan seluruh problemnya tidak
boleh menghentikan semangat membela Islam. Suami isteri harus saling
menguatkan, saling mengingatkan, saling membantu menyalakan api perjuangan.
Isteri memberi dorongan agar suami semakin berada di garis depan barisan
pejuang. Tempalah seluruh anggota keluarga menjadi para pejuang Islam. Keluarga
yang bahagia adalah keluarga penegak agama Allah SWT yang senantiasa berdoa:
Dan oran-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Furqan 74).
e-mail en blogspot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar